Biografi Yum Soemarsono, Bapak Helikopter Indonesia – Sejak awal merdekanya Indonesia di tahun 1945, negeri ini mengalami pasang-surut kegiatan pembangunan nasional. Salah satu yang mengalami geliat pembangunan kala negeri ini baru merdeka adalah dunia penerbangan atau kedirgantaraan. Di dunia pesawat, ada nama Nurtanio Pringgoadisuryo, Wiweko Soepono, dan beberapa nama lainnya. Di dunia penerbangan sayap putar atau helikopter, ada nama Yum Soemarsono yang dijuluki sebagai bapak helikopter Indonesia atau bapak pembangunan helikopter nasional.
Kehidupan Pribadi
Yum Soemarsono lahir di Desa Soko, Purworejo pada tanggal 10 Desember 1916. Semasa kecilnya dia cenderung tumbuh seperti anak-anak seusianya di masa tersebut. Beliau diketahui mengenyam pendidikan di MULO di kota Magelang. Kemudian beliau melanjutkan pendidkannya di sekota teknik di kota Bandung. Yum Soemarsono sejatinya tidak menempuh pendidikan yang lebih tinggi yang memfokuskan diri kepada dunia penerbangan. Akan tetapi, ketertarikannya terhadap dunia dirgantara tumbuh semasa kecinya saat dia melihat pesawat terbang lalu lalang di atas kota Magelang.
Hal tersebut yang membuatnya mulai tertarik dengan dunia dirgantara. Memasuki periode 1930-an saat teknologi pesawat sayap putar yang kemudian dikenal dengan helikopter semakin menumbuhkan minatnya. Beliau pun kemudian menekuni bidang ini secara otodidak berbekalkan beberapa majalah terbitan Hindia-Belanda yang mengulas teknologi penerbangan.
Pembangunan Desain Helikopter Nasional
Ketertarikannya pada dunia helikopter kian tumbuh saat Indonesia telah merdeka. Meskipun pada periode 1945-1949 kondisi Indonesia sedang dilanda konflik dengan Belanda dan sekutu, hal ini tidak menyurutkan minat dan ambisinya dalam mengembangkan helikopter sendiri. Beberkal dari beberapa majalah dan buku lama terbitan akhir dekade 1930-an dan awal periode 1940-an. Yum Soemarsono mulai melakukan pengembangan dalam desain helikopternya secara mandiri.
Berbekal dari majalah dan beberapa artikel stensilan karya ilmuwan Belanda, Ir Oyen di tahun 1940, Yum Soemarsono dan kawan-kawannya mulai merancang bangun sebuah helikopter sederhana. Helikopter ini kemudian selesai di tahun 1948.
Prototype helikopter swadaya tersebut kemudian dikenal dengan nama RI-H. Helikopter ini memiliki bentuk yang cukup sederhana. Dengan rangka besi dan ditenagai sebuah mesin sepeda motor BMW 500 cc yang mampu menghasilan tenaga sebesar 24 hp. Helikopter ini kemudian dinobatkan sebagai helikopter pertama yang dibuat oleh bangsa Indonesia. Sayangnya, helikopter ini belum sempat melaksanakn uji terbang karena terkena serangan Belanda yang saat itu sedang melakukan Agresi Militer II.
Pasca Kemerdekaan RI
Pasca pengakuan kedaulatan oleh Belanda, Yum Soemarsono kemudian ditawari masuk ke dalam AURI karena kepiawaiannya dalam bidang teknologi penerbangan. Di masa inilah dia kembali membuat prototype helikopter baru yang dikenal dengan nama YSH (Yum Suharto Hatmodjo) bersama beberapa temannya. Helikopter ini sempat diuji terbang dan sukses melayang setinggi 10 cm saat diuji coba di Yogyakarta. Meskipun sukses uji terbang, dia kemudian menunda pengembangan lebih lanjut helikopter tersebut. Hal ini karena mendapatkan insiden dan saat tahun 1951 beliau mendapatkan pelatihan penerbangan.
Pada kurun perode 1950-an hingga 1960-an, Yum Soemarsono terus mengembangkan beberapa desain helikopternya. Ia meyakini helikopternya dapat memberikan dampak terhadap kemajuan dirgantara di dalam negeri. Beberapa desain buatannya antara lain, Soemarkopter dan helikopter Kepik yang menjadi salah satu desain helikopter terbaik miliknya.
Akan tetapi, helikopter kepik ini pula yang merenggut lengan kirinya dalam sebuah kecelakaan. Kecelakaan ini membuanya harus menepi dari dunia penerbangan selama beberapa tahun. Pada awal dekade 1970-an, pengembangan helikopter secara mandiri tersebut kemudian dihentikan. Saat itu, IPTN lebih tertarik untuk melakukan lisensi pembangunan helikopter dari luar negeri.
Akhir Hayat
Meskipun pengembangan teknologi helikopter secara mandiri tersebut telah terhenti, Yum Soemarsono tetap dikenal sebagai perintis teknologi helikopter nasional dan dianugrahi sebutan Bapak Helikopter Indonesia. Setelah pensiun dari dunia kemiliteran, beliau tetap menerbangkan helikopter untuk kepentingan swasta dan pertanian seperti untuk penyemprotan hama. Beliau kemudian wafat pada 5 Maret 1999 akibat penyakit kanker paru-paru yang dideritanya. Semasa hidupnya, beliau tercatat memiliki jam terbang sebanyak 2.500 jam sebagai pilot helikopter. Beliau pensiun dengan pangkat Lentan Kolonel di Angkatan Udara atau AURI.
Editor: Widya Kartikasari