Ngerinya Media Sosial Hari ini!

Ngerinya Media Sosial

Ngerinya Media Sosial Hari ini! – Dalam abad ke-21 ini, media sosial menjadi jantung komunikasi publik. Media sosial memiliki fungsi utama dalam menyalurkan konektivitas antar manusia di dunia. Dilansir dari Hootsuite.com bahwa dari 274,9 juta penduduk Indonesia, 170 juta penduduk merupakan pengguna media sosial. Dengan persentase mencapai 61,8%. Dari data tersebut menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia sedang menghadapi ketergantungan dengan media sosial.

Media sosial awalnya difungsikan sebagai alat untuk mempermudah komunikasi  lambat laun berubah memiliki banyak fungsi. Media sosial juga banyak digunakan sebagai sarana jual beli dan sarana informasi publik. Seiring berkembangnya zaman media sosial menjadi pusat peradaban manusia. Ruang lingkup yang tak terbatas membuat penggunanya bebas untuk melakukan apa saja. Tetapi akhir-akhir ini  media sosial mengalami penurunan nilai. Hal itu disebabkan dengan maraknya perilaku kejahatan yang dilakukan di media sosial. Munculnya oknum yang tidak bertanggung jawab menjadi pemicu kisruh di media sosial hari ini.

Media sosial yang awalnya digunakan untuk memudahkan sarana komunikasi sekarang berubah menjadi sarana caci maki. Media sosial merubah karakter orang Indonesia yang ramah dan lembut menjadi sensitif dan mudah tersinggung. Banyak orang hanya gara-gara satu hal sepele membuat putus pertemanan bahkan sampai perceraian antara suami dengan istri. Ditambah lagi dengan diperkuatnya UU ITE yang tidak jelas fungsi dan kedudukannya sebagai kebijakan penangkal masalah elektronik. Media sosial dan UU ITE merupakan akar pencipta peradaban baru.

Ketergantungan akan media sosial untuk mendongkrak popularitas personal seseorang agar mendapatkan pandangan dari orang lain seolah-olah tanpa celah. Media sosial membuat pola pikir manusia dalam memandang kehidupan merupakan persaingan. Kita secara tidak langsung diarahkan untuk saling bersaing satu sama lain. Bersaing untuk mendapat pujian dan penghormatan yang sebanyak-banyaknya. Alhasil, banyak adu domba dan fitnah di media sosial yang menjatuhkan nama baik seseorang.

Baca juga: Fitur Story di Media Sosial: Alat Pencitraan Diri dan Penipuan bagi Publik

Media sosial membuat manusia menjadi hiperaktif. Dengan memposting kehidupan sehari-hari seolah menggambarkan gaya hidup yang sesuai dengan tren zaman. Hal itu dilakukan supaya dianggap populer oleh lingkungannya. Padahal apa yang mereka posting tidak sesuai dengan kehidupan nyata. Ada juga yang setiap punya masalah sedikit langsung post supaya dapat perhatian orang lain. Akhir-akhir ini juga muncul beragam pamflet yang bertebaran di media sosial. Mulai dari ucapan selamat sampai kampanye pancasila dengan foto terpampang besar dari tokoh atau pejabat politik untuk menyongsong 2024 demi menarik elektabilitas masing-masing.

Hal demikian sah-sah saja, karena bagian dari kebebasan berekspresi. Namun, terkadang banyak yang tidak sadar kalau setiap yang diposting akan membawa dampak entah itu baik atau buruk. Bisa saja dengan apa yang diposting, orang lain  yang melihat akan memanfaatkannya untuk berbuat kejahatan yang bisa merugikan diri sendiri. Apalagi di masa pandemi seperti sekarang yang agak sensitif. Banyak orang yang mudah tersinggung, saling membela diri tidak mau tau salah atau benar. Pujian dan eksistensi individu yang paling utama tanpa memperhatikan adab dan etika sesama manusia.

Kejahatan yang terjadi di dunia maya juga banyak dan beragam kasusunya. Menurut Direktur Eksekutif ICJR Erasmus Napitupulu dalam kurun waktu 4 tahun bahwa tingkat penghukuman melalui UU ITE mencapai 96,8 persen. Dan tingkat pemenjaraan mencapai 88 persen atau 676 perkara. Terlepas bagaiman kasusnya, catatan itu menunjukkan kalau media sosial sangat berpengaruh sekali bagi kehidupan manusia. Hal itu juga diperjelas lagi dengan lemahnya kebijakan dalam mengatur kehidupan bermedsos masyarakat Indonesia. Para pejabat negeri sibuk mencari popularitas ketimbang memperbaiki sistem digital yang ada.

Bagikan di:

Artikel dari Penulis