Fenomena Propaganda dalam Film, Sekedar Hiburan Semata atau Memang Agenda Pemerintah? – Beberapa waktu yang lalu film Top Gun merilis sekuel keduanya yang berjudul “Top Gun – Maverick”. Film asal negeri Paman Sam yakni Amerika Serikat ini memang cukup dibilang sukses di penayangan bioskop internasional. Selain karena dibintangi oleh aktor kawakan Tom Cruise, film kedua yang rilis berselang 30 tahun lebih sejak film pertamanya ini memang menyajikan kisah drama dalam skuadron penerbang Angkatan Laut Amerika Serikat atau U.S Navy. Film ini juga menyajikan adegan pertempuran udara menggunakan pesawat F-18 sungguhan yang tentu sangat memanjakan mata dan membuat kagum atas manuver pesawat tersebut.
Di balik beragam kesuksesan yang diraih oleh film tersebut, ternyata menyimpan sedikit intrik. Muncul sedikit anggapan bahwa terdapat propaganda di dalamnya. Pasalnya, pihak Amerika Serikat menjadi pemeran protagonist dalam kisah ini dan tentu membuat negara lain menjadi pihak antagonis. Beberapa kalangan menganggap pihak antagonis dalam film ini adalah Russia yang tentunya merupakan rival abadi dari Amerika Serikat bahkan sejak negara itu berbentuk Federasi Uni Soviet.
Meskipun tidak menyebutkan secara langsung terhadap negara Russia yang menjadi pihak antagonis dalam film ini, namun hal ini sangat terlihat dari penggunaan pesawat yang digambarkan merupakan generasi ke-5 yakni SU-57 yang merupakan pesawat generasi ke-5 buatan Russia. Belum lagi adanya helikopter Mil Mi-35 yang juga buatan Russia dan medan pertempuran dalam film yang sangat menggambarkan situasi lapangan di negara tersebut.
Sekedar Bumbu Pelengkap atau Memang Agenda Terselubung
Menggunakan media film sebagai salah satu media propaganda memang bukanlah hal yang asing dan baru dalam dunia modern. Tercatat bahkan sejak era perang dunia II seringkali film diselipkan beberapa propaganda tersendiri yang sangat menggungulkan suatu kelompok dan menyudutkan pihak atau kelompok lain. Baik propaganda tersebut dikemas secara halus ataupun blak-blakan.
Baca juga: Nonton Film: Self Healing Mandiri dengan Cara Paling Asik
Dilansir dari tirto.id, Nazi Jerman pada masa sebelum perang dunia kedua juga telah mendirikan sebuah badan yang berfokus dalam propaganda dalam film. Lembaga ini dikenal dengan nama Reichsfilmkammer atau Kamar Film Reich sebagai lembaga yang melakukan pembersihan terhadap film yang dianggap “tidak diinginkan” dan membimbing produksi film yang dinilai “berguna”, khususnya dalam penanaman ideologi.
Lazimnya propaganda dalam film di masa lalu selain digunakan sebagai penggambaran baik atau buruk sebuah pihak juga lazim untuk menanamkan sebuah ideologi yang dianut oleh sebuah negara terhadap masyarakatnya. Contoh sederhananya adalah yang digunakan oleh Benito Mussolini yang pada periode 1920-an hingga akhir 1930-an meminta memproduksi film yang menggambarkan kekuatan bangsa Italia dalam paham fasisme.
Di Indonesia sendiri selipan propaganda dalam film lazim ditemui sejak pasca era orde lama atau pertengahan tahun 1965. Di tahun ini memang gencar sekali film Indonesia memproduksi film yang bertemakan sejarah dan dibumbui dengan propaganda. Beberapa film yang cukup sarat muatan propaganda di Indonesia kala itu adalah film Janur Kuning (1979) serta film Penumpasan Pengkhianatan G 30 S/PKI (1984) yang dianggap oleh banyak ahli dan kalangan sarat dengan muatan propaganda zaman Orde Baru.
Propaganda dalam Film di Era Kini
Di era modern ini propaganda dalam film lebih dikemas secara halus meski jika diteliti lebih mendalam tentunya masih akan cukup terasa nuansa propaganda tersebut. Selain itu, di era modern ini tentunya propaganda dalam film juga dimaksudkan untuk memasarkan suatu produk seperti beberapa persenjataan militer dari suatu negara.
Baca juga: Drama Korea tentang Kesehatan Mental, Wajib Nonton!
Sebagai salah satu contoh dalam film Return To Base (2012) yang diproduksi oleh Korea Selatan ini terdapat dua nilai propaganda yang cukup dapat dilihat. Pertama yakni propaganda politik di mana pihak Korea Utara digambarkan sebagai kubu antagonis yang gemar melakukan provokasi antar negara dan negara yang rawan kudeta. Propaganda kedua yakni dari pemasaran jet tempur buatan lokal Korea Selatan yakni FA-50 atau T50i yang digambarkan memiliki kemampuan yang cukup mumpuni dalam pertempuran.Selain itu tentunya banyak film-film lain yang “dianggap” menyelipkan agenda propaganda tertentu. Propaganda melalui media film ini masih digunakan karena dunia perfilman karena dianggap memiliki value yang cukup tinggi bagi masyarakat luas dan lebih mudah dicerna maupun diterima oleh masyarakat awam. Tentunya hal ini cukup mendukung dalam aspek propaganda demi keuntungan politis maupun ekonomi pihak tertentu.
Editor: Firmansah Surya Khoir
Illustrator: Salman Al Farisi