Titip Presensi: Menyenangkan bagi Pelaku, Mendebarkan bagi yang Dimintai Bantuan

Titip Presensi Titp Absen

Titip presensi atau biasa disebut dengan titip absen (penyebutan yang kurang tepat) merupakan dosa yang hampir dilakukan oleh setiap mahasiswa. Persetan dengan hujatan yang mungkin datang akibat perilaku ini, tapi saya sendiri pun tak bisa mengelak pernah melakukannya. Biasanya pelaku titip presensi berdalih bahwa mereka takut tidak bisa mengikuti ujian akhir karena kurangnya jumlah kehadiran minimal di kelas, terlebih dinamika perkuliahan terkadang membuat mahasiswa lelah atau sekadar ingin membolos dari rutinitas perkuliahan yang melelahkan.

Saat ini, saya sudah meninggalkan perilaku tercela tersebut dan mencoba menjadi “sedikit” lebih berintegritas. Pada akhirnya saya sadar, bahwa titip presensi merupakan salah satu bentuk kecil dari perilaku korupsi, di mana saya tidak ingin mendekati atau bahkan perlahan bertransformasi menjadi tikus-tikus berdasi. Sekarang, saya memilih memanfaatkan jatah absen yang telah ditentukan dari total kelas yang ada yaitu maksimal 25% tidak hadir dalam kelas. Meskipun sedikit ketar-ketir takut tidak bisa mengikuti UAS, saya tidak harus merasa berdosa karena mencurangi kehadiran di kelas padahal pada saat itu tidak hadir.

Baca juga: Banyak Mahasiswa Mager, Joki Skripsi Makin Seger!

Meski begitu, ternyata saya masih harus berkutat dengan dosa lain yang belum bisa saya tinggalkan atas nama solidaritas yaitu dimintai bantuan oleh pelaku titip presensi. Bisa dibilang peran ini lebih krusial dan mendebarkan dibanding si pelaku karena kita harus cerdik memantau situasi dan mencari cara agar bisa menunaikan tugas yaitu melakukan presensi atas nama orang lain. Kalau salah strategi atau kurang mengerti karakteristik dosen yang mengajar, bisa-bisa kita yang sebenarnya hanya dimintai bantuan juga mendapatkan imbas yang sama mulai dari nama yang buruk di depan dosen tersebut hingga nilai yang tidak dikeluarkan karena perilaku indisipliner.

Pelaku yang sedang menjalani aktivitas lain mungkin santai dan merasa senang presensinya aman, namun orang yang dimintai tolong malah harus putar otak untuk memikirkan cara paling aman agar tidak ketahuan. Akhirnya, berbagai strategi pun harus dilakukan mulai dari berpura-pura belum presensi di akhir perkuliahan hingga berpura-pura menjadi pelaku titip presensi apabila sedang apes dipanggil oleh dosen.

Sampai saat ini, saya sendiri masih aman dan tidak pernah ketahuan presensi atas nama teman saya. Namun, kejadian titip presensi ini sudah sering tertangkap basah oleh dosen sehingga setiap saya melakukan perilaku tidak jujur ini, saya harus terbebani dari dua sisi sekaligus yaitu jiwa religius saya yang tergores dan kekhawatiran akan dosen yang mengetahui kecurangan ini. Alih-alih merasa senang karena membantu teman, rasa deg-degan lebih sering terasa ketika dimintai tolong.

Saya sendiri masih menerima jika dimintai tolong karena terkadang merasa kasihan terhadap teman saya yang bisa saja kekurangan persentase kehadiran. Sebenarnya apa yang saya lakukan juga tidak bisa dibenarkan karena memfasilitasi perbuatan buruk terus berlangsung, namun lagi-lagi terkadang teman memiliki aktivitas lain yang tidak bisa ditinggalkan mulai dari berpartisipasi pada suatu proyek, menemani orang tua yang sakit, dan kegiatan lain yang sifatnya mendadak. Yah bagaimanapun, niat yang baik tidak membuat perilaku yang salah menjadi benar.

Baca juga: Seni Mengerjakan Tugas ala Mahasiswa

Posisi yang saya hadapi bagaikan buah simalakama, maju kena mundur juga kena. Lagi-lagi solusi dari permasalahan ini adalah komunikasi antar dua pihak yaitu pelaku dan orang yang dimintai bantuan. Pelaku titip presensi juga perlu mengusahakan agar sebisa mungkin tidak meninggalkan perkuliahan untuk alasan yang kurang urgent. Kalau pun semisal terdapat aktivitas yang tidak dapat ditinggalkan, mereka harus rela untuk mengorbankan beberapa slot absen yang sebenarnya sudah menjadi jatah mereka.

Sebaliknya, orang yang dimintai tolong sudah seharusnya sadar bahwa tindakan yang dilakukan adalah salah. Mereka yang melakukan perilaku ini perlu tahu resiko yang dihadapi apabila ketahuan dan harus siap dengan segala konsekuensinya. Apabila memang khawatir, orang yang mendapatkan peran ini bisa menolak dengan cara dan argumen yang baik agar pelaku bisa mengerti dan menggunakan cara lain selain titip presensi.

Orang yang diminta tolong sepertinya juga perlu istirahat dari rasa berdebar-debar setiap kali melakukan presensi atas orang lain dan menghadapi dosen selama dua jam penuh dengan harapan tidak ketahuan. Pelaku titip presensi perlu muhasabah diri dan orang yang diminta tolong juga bisa lebih tegas lagi apabila diperlukan. Solid sih solid, tapi kalau bisa jangan bikin deg-degan setiap hari!~

Editor: Firmansah Surya Khoir
Visual Designer: Al Afghani

Bagikan di:

Artikel dari Penulis